Kamis, 01 September 2011

MAKNA LAMBANG DAN ATRIBUT PASKIBRAKA



https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj32RHkwoWnV6T_JQ11fUlILj5wJflEltOb5gHZX74Rmzs6N2fAqT_PKebX_p7X-hkJQUMoONCpEFgpovxSLAKujBY88pJ6sjN6cRWpfuT9ajzFCXMokQqL_MdeVb-nfTxqc6lLb2QvjA/s320/images.jpeg
LAMBANG ANGGOTA PASKIBRAKA 
Pada tahun 1973 Bapak Idik Sulaeman menciptakan lambang anggota yang dimiliki sampai sekarang. Sebelumnya PASKIBRAKA tidak memiliki lambang anggota yang dapat dibanggakan. Lambang ini dikenakan pada kelopak bahu baju berupa kontur warna perak di atas bulatan putih yang diletakkan pada segi empat berwarna hijau.

Semula pada kelopak bahu seragam PASKIBRAKA dikenakan tanda ciri pemuda dan PRAMUKA yang diberi lambang "Bintang Segi Lima Besar" untuk ciri pemuda dan "Cikal Kelapa Kembar" untuk ciri PRAMUKA. Kedua ciri ini mendapat kritikan negatif dari beberapa pihak yang tidak senang atas keberhasilan PASKIBRAKA "Bintang POLISI kok masih dipakai" "Lambang PRAMUKA tidak benar digunakan tanpa mengenakan seragam PRAMUKA!". Itu mendorong diciptakannya lambang anggota, agar sekaligus dapat menggantikan lambang ciri anggota PASKIBRAKA.

Lambang anggota PASKIBRAKA adalah setangkai bunga teratai yang mulai mekar dan dikelilingi oleh sebuah gelang rantai, yang mata rantainya berbentuk bulat dan belah ketupat. Mata rantai bulat berjumlah 16 dan mata rantai belah ketupat juga berjumlah 16. 

Lambang berupa bunga teratai yang tumbuh dari lumpur (tanah) dan berkembang di atas air, hal ini bermakna bahwa anggota PASKIBRAKA adalah pemuda yang tumbuh dari bawah (orang biasa) dari tanah air yang sedang berkembang (mekar) dan membangun. Bunga teratai berdaun bunga 3 helai tumbuh ke atas dan 3 helai tumbuh mendatar. 3 helai pertama : Belajar, Bekerja dan Berbakti. 3 helai lain bermakna : Aktif, Disiplin, dan Gembira.

Mata rantai berkaitan melambangkan persaudaraan yang akrab antar sesama generasi muda Indonesia yang ada di berbagai pelosok penjuru (16 penjuru mata angin) tana air. Rantai persaudaraan tanpa memandang asal suku, agama, status sosial dan golongan akan membentuk jalinan mata rantai persaudaraan sebangsa yang kokoh dan kuat. Sehingga mampu menangkal bentuk pengaruh dari luar dan memperkuat pertahanan nasional, melalui jiwa dan semangat persatuan dan kesatuan yang telah tertanam dalam dada setiap anggota PASKIBRAKA.

 SERAGAM PASKIBRAKA
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgSoxSr0G-5gQYdHkYjh3ZIgXz1xViRpfv_R6XeQS9XRkDzQ7ArUjCjpKrGo1f6eluL8Jq82Fs9g-C6hjaE7D9HWimoRFfnbQi8Vs3hjkzLfPsl4X2RL6bRAnRS5_-x3rwtSc-rTKCqTA/s200/Pakaian.jpg
Sejak semula saat dimulai membentuk pasukan percobaan penggerek Bendera Pusaka tahun 1967, pakaian seragam pasukan ini ditetapkan putih-putih, sedangkan warna merahnya hanya digunakan sebagai aksen berupa kacu penutup leher bagian depan seperti biasa digunakan prajurit ABRI/TNI kalau menggunakan seragam lapangan upacara.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh3OiyhzzPiLMie9f6uhOLW4H4X95q9duSkO_we40SDtZ6sP-czveLhcwCt2qk2Wy_o4phYfAlrtNDru1UDdN4Y4zNkkv4CMTV6sv508I7k_Jadf9wm56x-xM-RmiZzWvS2SKDnPkhn6w/s200/Arti+Lambang.jpg 
Warna putih dipilih sebagai makna kesucian dalam melaksanakan tugas pokok mengibarkan dan menurunkan Bendera Pusaka Merah Putih. Sebelum tahun 1981, model pakaian seragam PASKIBRAKA cukup sederhana, dan masih tampak penonjolan keremajaannya : Putra dengan kemeja putih lengan panjang yang bagian bawahnya dimasukkan ke celana panjang putih dengan ikat pinggang juga berwarna putih; Putri dengan kemeja lengan panjang dengan bagian bawah model jas. Tetapi setelah tahun 1981 dan seterusnya sampai sekarang, dengan alasan disamakan modelnya dengan seragam ABRI/TNI dari kelompok 45/pengawal, seragam PASKIBRAKA mengalami perubahan.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj0KcoAzR4h9XzddYv5tBNrt0rPGNgdtD-Boti4AXCB83D8-EtAOKQPJTEpj_oK5nFqRDaUINTw4V0w-8Rf-07-Jbqg6yM67EqDNMe9pAQ1bgMuWUcPV7MDMvreCUzSU2AXJPaXEIM6ug/s200/Evolet.jpg
PASKIBRAKA putra menggunakan kemeja model jas dengan gesper lebar dari kain (Jas Model Pak. Soekarno), sementara PASKIBRAKA putri tidak berubah. Dengan tampilan baru ini, PASKIBRAKA memang kehilangan penampilan remajanya dan terlihat seperti orang dewasa.







LAMBANG KORPS PASKIBRAKA
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi4NCaEf5PNFNRjS5YoRDeam0-rCqndvjIwnP0WRKHsnQ378MDT0ZsCPrYoxXsOqIAj6X_XS323ecX5Sgspwcaojdr9e6oeMQ-WuQtVhbv_lTeAQZo7y63pMfgY1my1LlP3uPFxWTvlBg/s320/Lambang.jpg
Untuk mempersatukan korps untuk PASKIBRAKA Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kotamadya ditandai oleh lambang korps yang sama, dengan tambahan tanda lokasi terbentuknya pasukan. 

Lambang korps yang lama sebelum tahun 1973 berupa lencana berupa perisai dari bahan logam kuningan dengan gambar yang sangat sederhana. Di tengah bulatan terdapat bendera merah putih dan di luar jangkuan terpampang tulisan "Pasukan Penggerek Bendera pusaka".

Lambang korps PASKIBRAKA sejak tahun 1973, dengan perisai berwarna hitam dengan garis pinggir dan huruf berwarna kuning bertuliskan PASUKAN PENGIBAR BENDERA PUSAKA dan TAHUN ..... (di ujung bawah perisai), berisi gambar (dalam bulatan putih) sepasang anggota PASKIBRAKA dilatar belakangi oleh bendera merah putih yang berkibar ditiup angin dan tiga garis horizon atau awan. Makna dari bentuk dan gambar :

1.Bentuk perisai bermakna "Siap Bela Negara" termasuk bangsa dan tana air Indonesia, warna hitam bermakna teguh dan percaya diri.
2.Sepasang anggota PASKIBRAKA bermakna PASKIBRAKA terdiri dari anggota putra dan putri yang dengan keteguhan hati bertekad untuk mengabdi dan berkarya bagi pembangunan Indonesia.
3.Bendera merah putih yang sedang berkibar adalah bendera kebangsaan dan utama Indonesia yang harus dijunjung tinggi seluruh bangsa Indonesia termasuk generasi mudanya, termasuk PASKIBRAKA.
4.Garis horizon atau awan 3 garis menunjukan PASKIBRAKA di 3 tingkat : Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kotamadaya
5.Warna kuning berarti kebanggaan, keteladanan dalam hal perilaku dan sikap setiap anggota PASKIBRAKA.

TANDA PENGUKUHAN
Sebagai tanda berakhirnya Latihan Kepemimpinan Pemuda Tingkat Perintis (sebagaimana juga berakhirnya Latihan kepemimpinan Pemuda/Kepemudaan Tingkat lain) setiap peserta dikukuhkan oleh penanggung jawab Latihan dengan pengucapan Ikrar Putra Indonesia sambil memegang Sang Merah Putih dan kemudian menciumnya dengan menarik nafas panjang sebagai kiasan kesediaan untuk senantiasa setia dan membelanya.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhIWvDgmhvr0eLNMSHwVVkSgcdHekVgvTuHxUtsC8CULIA0-lltNe2pGEmlGsHANT4_rOE-Rojdy6RhvKWly9S_aKNw01O60k56PM4qpkBh2jwq9ZIMqEB6m6yn2iSPsYHClWdiFuVxYQ/s200/Kendit.jpg
Tanda pengukuhan berupa kendit atau pita/sabuk yang dililitkan kepinggang dan disimpul matikan dibagian depan (perut). Kendit adalah kesatria pada jaman dahulu yang mengikrarkan kesetiannya pada kerajaan. Kini kepada para peserta eks peserta latihan pun sebagai pemegang kendit diharapkan memiliki sifat ksatria dalam pemikiran, perkataan, dan perbuatannya sehari-hari.

Kendit dibuat dari kain. Pada saat latihan Pandu Ibu Indonesia ber Pancasila dan pasukan I s.d IV warna kendit masih polos dua warna : hijau untuk anggota pasukan dan ungu untuk penatar/pembina. Karena kendit warna polos menyerupai sabuk kecakapan olah raga bela diri, maka oleh Bapak Idik Sulaeman disempurnakan menjadi kendit bermotif. Motif tersebut berupa gambar tantai 17 mata rantai bulat dan 17 mata rantai belah ketupat, semua mata rantai  berisi huruf yang membentuk kalimat PANDU IBU INDONESIA BER PANCASILA.

Semua ukuran panjang dan lebar kendit adalah 5cm da 17cm, melambangkan angka tanggal 17 dan sila 5, tetapi karena kesulitan teknik printingnya berubah menjai 5 dan 140 cm.

Untuk lencana pengukuhan harian digunakan lencana merah putih dan garuda, merah putih di sebelah kanan dan garuda di kiri dengan warna dasar dari garuda sesuai jenis latihannya. Wana dasar dari garuda sama dengan warna  dasar kenditnya.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEibggliCi_iTu0QhowjgDNjVnlJQIiFjF8T-tQGvvn4ANA0cESLc1lkV92m2V9kwvFX6LWYWcpK-tPLDg6PwOqPTvr4QgJgqGJl2K0pKO9_VSBC8J1rDcyt1QIMZKFISD2cxpAlKh8cpw/s200/d.JPG
Warna Hijau untuk Latihan PERINTIS Pemuda
(Tingkat Provinsi, Kabupaten/Kotamadya)


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgutZf1pPY-2ax8a4tv3sIjcSoliZxoTroH5cAoP9ySf0Bya8BUWkkIZnh0HEuWLupzjacxGa-FskdDDOOjsyOwj7-sAHzuC8StlCW6c57TTBSy81jJ3AtCmkt6MIXHCiHp7Pty2PC7_A/s200/lk+merah.JPG
Warna Merah untuk Latihan PEMUKA Pemuda
(Tingkat NASIONAL)



https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhv1_x-hD9lyO-jF6IcuxI0CzZk7B2oQaDrw-5mWhgWlqyy9f-IlUgMkFcMVctRzp4iVG9djScj9arXAnKkrLbvETfo2HQjpBxKXkaOB4NYyYfSYLcZA2gFcRpmPQoURqFdjNTh9Ct7wg/s200/f.JPG
Warna Kuning untuk Latihan PENDAMPING Pemuda




https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi2HLjM5xltrWDx_jMidqRqsfl84is4TSgskSnx0K5-D85vFRwWmdttGJlW6jaKdv6eLRgmHYP1OIzGAXHNDMgAYIz5HlePnW0kQJRjif9tSjBaUwpmszhSbn_Do4Pjuprco-G06VeiWw/s200/jh.JPG
Warna ungu untuk Latihan PENATAR Kepemudaan




https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhy1WsbI6vvUorg5Hi3d3GVdvnuVi0tcacr0tgWj1k8i4A-pBDCnJ1GeJERZe0xKQdytxGkZVZvD8YAKx8lvpanzYRNOGQUceVJ3nM612YF1jd2xeQLw8K_okEbm9Cp7lQrcoVbHsisMQ/s200/h.JPG
Warna abu-abu untuk Latihan PENAYA Kepemudaan



Lencana pengukuhan dikenakan pada baju setinggi dada sebelah kiri (di atas saku kiri baju). Baik pada seragam maupun pada baju biasa sehari-hari (semula lencana ini hanya merah putih). Kendit pengukuhan hanya dikenakan saat menghadiri upacara pengukuhan, dan tidak dikenakan sehari-hari.

Sejarah Bendera Pusaka Republik indonesia



Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan pada hari Jum’at tanggal 17 Agustus 1945 jam 10 pagi di jalan Pegangsaan timur 56 Jakarta. Setelah pernyataan Kemerdekaan Indonesia untuk pertama kalinya secara resmi bendera kebangsaan merah putih dikibarkan oleh dua orang muda mudi dan dipimpin oleh Bapak Latief Hendraningrat. Bendera ini dijahit tangan oleh ibu Fatmawati Soekarno dan bendera ini pula yang kemudian disebut “Bendera Pusaka”.
Bendera Pusaka berkibar siang malam ditengah hujan tembakan sampai ibukota Republik Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta.
Pada tanggal 4 Januari 1946 karena ada aksi terror yang dilakukan Belanda semakin meningkat, maka Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia dengan menggunakan kereta api meninggalkan Jakarta menuju Yogyakarta.
Bendera Pusaka dibawa ke Yogyakarta dan dimasukkan dalam kopor pribadi Presiden Soekarno. Selanjutnya ibukota Republik Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta.
Tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan agresinya yang kedua. Pada saat Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta dikepung oleh Belanda, Bapak Husein Mutahar dipanggil oleh Presiden Soekarno dan ditugaskan untuk menyelamatkan Bendera Pusaka. Penyelamatan Bendera Pusaka ini merupakan salah satu bagian dari sejarah untuk menegakkan berkibarnya Sang Merah Putih di persada bumi Indonesia. Untuk menyelamatkan Bendera Pusaka itu, terpaksa Bapak Hussein Mutahar harus memisahkan antara bagian merah dan putihnya.
Untuk mengetahui saat-saat penyelamatan Bendera Pusaka, maka terjadi percakapan yang merupakan perjanjian pribadi antara Presiden Soekarno dan Bapak Hussein Mutahar yang terdapat dalam Buku Bung Karno “Penyambung Lidah rakyat Indonesia” karya Cindy Adams:
“Tindakanku yang terakhir adalah memanggil Mutahar ke kamarku (Presiden Soekarno, Pen).” Apa yang terjadi terhadap diriku, aku sendiri tidak tahu,” kataku ringkas. Dengan ini aku memberikan tugas kepadamu pribadi. Dalam keadaan apapun juga, aku memerintahkan kepadamu untuk menjaga Bendera kita dengan nyawamu. Ini tidak boleh jatuh ke tangan musuh. Disatu waktu, jika Tuhan mengizinkannya engkau mengembalikannya kepadaku sendiri dan tidak kepada siapapun kecuali kepada orang yang menggantikanku sekiranya umurku pendek
Andaikata engkau gugur dalam menyelamatkan Bendera ini, percayakan tugasmu kepada orang lain dan dia harus menyerahkan ke tanganku sendiri sebagaimana engkau mengerjakannya. Mutahar terdiam. Ia memejamkan matanya dan berdoa. Disekeliling kami bom berjatuhan. Tentara Belanda terus mengalir melalui setiap jalanan kota. Tanggung jawabnya sungguh berat. Akhirnya ia memecahkan kesulitan ini dengan mencabut benang jahitan yang memisahkan kedua belahan dari bendera itu.
Akhirnya dengan bantuan Ibu Perna Dinata benang jahitan antara Bendera Pusaka yang telah dijahit tangan Ibu Fatmawati Soekarno berhasil dipisahkan. Setelah Bendera Pusaka dipisahkan menjadi dua maka masing-masing bagian yaitu merah dan putih dimasukkan pada dasar dua tas milik Bapak Hussein Mutahar, selanjutnya pada kedua tas tersebut dimasukkan seluruh pakaian dan kelengkapan miliknya. Bendera Pusaka ini dipisah menjadi dua karena Bapak Hussein Mutahar mempunyai pemikiran bahwa apabila Bendera Pusaka ini dipisah maka tidak dapat disebut bendera, karena hanya berupa dua carik kain merah dan putih. Hal ini untuk menghindari penyitaan dari pihak Belanda.
Setelah Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Muhammad Hatta ditangkap dan diasingkan, Kemudian Bapak Hussein Mutahar dan beberapa staf Keprisidenan juga ditangkap dan diangkut dengan pesawat dakota. Ternyata mereka di bawa ke Semarang dan di tahan di sana. Pada saat menjadi tahanan kota, Bapak Hussein Mutahar berhasil melarikan diri dengan naik kapal laut menuju Jakarta.
Di Jakarta beliau menginap di rumah Bapak R. Said Soekanto Tjokroaminoto (Kapolri I). Beliau selalu* mencari informasi bagaimana caranya agar ia dapat segera menyerahkan Bendera Pusaka kepada Presiden Soekarno.
Sekitar pertengahan bulan Juli 1948, pada pagi hari Bapak Hussein Mutahar menerima pemberitahuan dari Bapak Sudjono yang tinggal di Oranje Boulevard (sekarang Jl. Diponegoro) Jakarta, isi pemberitahuan itu adalah bahwa surat pribadi dari Presiden Soekarno yang ditujukan kepada Bapak Hussein Mutahar. Pada sore harinya surat itu diambil beliau dan ternyata benar berasal dari Presiden Soekarno pribadi yang isinya adalah perintah Presiden Soekarno kepada Bapak Hussein Mutahar supaya menyerahkan Bendera Pusaka yang dibawanya kepada Bapak Sudjono, selanjutnya agar Bendera Pusaka tersebut dapat dibawa dan diserahkan kepada Presiden Soekarno di Bangka (Muntok).
Presiden Soekarno tidak memerintahkan Bapak Hussein Mutahar datang ke Bangka untukmenyerahkan sendiri Bendera Pusaka langsung kepada beliau (Presiden Soekarno), tetapi menjadi kerahasiaan perjalanan Bendera Bangka.
Sebab orang-orang Republik Indonesia dari Jakarta yang tidak diperbolehkan mengunjungi ketempat pengasingan Presiden pada waktu itu hanyalah warga-warga Delegasi Republik Indonesia, antara lain : Bapak Sudjono, sedangkan bapak Hussein Mutahar bukan sebagai warga Delegasi Republik Indonesia.
Setelah mengetahui tanggal keberangkatan Bapak Sudjono ke Bangka, maka dengan meminjam mesin jahit milik seorang istri dokter.Bendera Pusaka yang terpisah menjadi dua dijahit kembali oleh Bapak Hussein Mutahar persis lubang bekas jahitan aslinya. Tetapi sekitar 2 cm dari ujung bendera ada kesalahan jahit. Selanjutnya Bendera Pusaka ini dibungkus dengan kertas koran dan diserahkan kepada Presiden Soekarno dengan Bapak Hussein Mutahar seperti yang dije4laskan di atas.
Setelah berhasil menyelamatkan Bendera Pusaka, beliau tidak lagi menangani masalah pengibaran Bendera Pusaka. Sebagai penghargaan atas jasa menyelamatkan Bendera Pusaka yang dilakukan oleh Bapak Hussein Mutahar, Pemerintah Republik Indonesia telah menganugerahkan Bintang Mahaputera pada tahun 1961 yang disematkan oleh Presiden Soekarno.
2. Pengibaran Bendera Merah Putih di Gedung Agung Yogyakarta
Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke II, Presiden Soekarno memanggil salah seorang ajudan beliau, yaitu Bapak Mayor (L) Hussein Mutahar.
Selanjutnya memberi tugas untuk mempersiapkan dan memimpin ucapara peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1946 di halaman Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta.
Pada saat itu Bapak Hussein Mutahar mempunyai pemikiran bahwa untuk menumbuhkan rasa persatuan bangsa, maka pengibaran Bendera Pusaka sebaiknya dilakukan oleh para pemuda se-Indonesia. Kemudian beliau menunjuk 5 orang pemuda terdiri dari 3 orang putri dan 2 orang putra perwakilan daerah yang berada di Yogyakarta untuk melaksanakan tugas tersebut. Lima orang tersebut merupakan simbol dari Pancasila.
Salah seorang dari pengibar bendera tersebut adalah Titik Dewi pelajar SMA yang berasal dari Sumatera Barat dan tinggal di Yogyakarta.
Pengibaran Bendera Pusaka ini kemudian dilaksanakan lagi pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1947 dan tanggal 17 Agustus 1948 dengan petugas pengibar bendera 5 orang dari perwakilan daerah lain yang ada di Yogyakarta.
Pada tanggal 6 juni 1949, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta beserta beberapa pemimpin Republik Indonesia lainnya, tiba kembali ke Yogyakarta dari Bangka, dengan membawa serta Bendera Pusaka. Pada tanggal 17 Agustus 1949, Bendera Pusaka kembali dikibarkan pada upacara peringatan detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia didepan Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta.
Tanggal 27 Desember 1949 Presiden Soekarno dilakukan penandatangan naskah pengakuan kedaulatan di negeri Belanda dan menyerahkan kekuasaan di Jakarta.sedang di Yogyakarta dilakukan penyerahan kedaulatan dari Republik Indonesia kepada Republik Indonesia Serikat.
Tanggal 28 Desember 1949 Presiden Soekarno kembali ke Jakarta untuk memangku jabaan sebagai Presiden Republilk Indonesia Serikat.
Setelah empat tahun di tinggalkan, Jakarta kembali menjadi ibukota Republik Indonesia. Pada hari itu Bendera Pusaka Sang Merah Putih juga di bawa ke Jakarta.
Untuk pertama kalinya hari proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, tanggal 17 Agustus10950 diselenggarakan di Istana Merdeka Jakarta.
Bendera Pusaka Merah Putih berkibar dengan megahnya di tiang tujuh belas dan disambut dengan penuh kegembiraan oleh seluruh bangsa indonesia.
Regu-regu pengibar dari tahun 1956 – 1966 dibentuk dan diatur oleh Rumah Tangga Kepresidenan.
3. Bedirinya Direktorat Jenderal Urusan Pemuda dan Pramuka ( DITJEN UDAKA ) dan Diadakan Latihan Pandu Indonesia ber-Pancasila.
Pada peringatan ulang tahun ke 49, tanggal 5 Agustus 1966, Bapak Hussein Mutahar menerima ”kado” dari pemerintah : beliau diangkat menjadi Direktur Jenderal Urusan Pemuda dan Pramuka, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Setelah berpindah-pindah tempat/kantor kerja dari stadion Utama Senayan ke ex-Gedung Dept. PTIP di Jalan Pegangsaan Barat, Ditjen UDAKA akhirnya menempati Gedung ex- NAKERTRANS Jalan Merdeka Timur 14.
Suatu kegiatan ini sempat diujicobakan 2 kali pada tahun 1966 dan 1967, dan kemudian dimasukan pula dalam kurikulum ujicoba Pasuka Pengerek Bendera Pusaka tahun 1967 dan pelatihannya yang menggunakan sistem pendekataan KELUARGA BAHAGIA yang diterapkan secara nyata dalam gambaran Desa Bahagia. Didalam kehidupan Desa Bahagia para peserta latihan ( warga desa ) diajak berperan serta menghayati kehidupan sehari-hari berisi acara penghayatan dan pengamalan Pancasila. Dumulai dengan Penerimaan Warga Desa, Malam Renungan Jiwa, dan Upacara Pengukuhan, dilakukan secara unik, penuh semangat kekeluargaan, demokkratis dan gembira.
Direktorat Pembinaan Generasi Muda ( Dit PGM atau Dit Binmud ) inilah yang terus melanjutkan tradisi pembentukan PASKIBRAKA setiap tahun menjelah Hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di DKI Jakarta.
4. Pecobaan Pembentukan Pengerek Bendera Pusaka tahun 1967 dan Pasukan Pertama tahun 1968
Tahun 1067, Bapak Hussein Mutahar diapanggil oleh Presiden Soekarno untuk menangani lagi masalah Pengibaran Bendera Pusaka. Dengan ide dasar pelaksaan tahun 1946 di Yogyakarta, beliau kemudian mengembangkan lagi formasi pengibaran menjadi 3 ( tiga ) kelompok, yaitu :
1. Kelompok 17 / PENGIRING ( PEMANDU )
2. Kelompok 8 / PEMBAWA ( INTI )
3. Kelompok 45 / PENGAWAL
Ini merupakan simbol / gambaran dari tanggal Proklamsi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945.
Pada waktu itu dengan kondisi yang ada, beliau melibatkan putra daerah yang di Jakarta dan menjadi anggota Pandu / Pramuka untuk melaksanakan tugas pengibaran Bendera Pusaka.
Semula rencana beliau untuk kelompok 45 ( pengawal ) akan terdiri dari para Mahasiswa AKABRI ( generasi muda ABRI ), tetapi waktu libur perkuliahan dan transportasi Magelang – Jakarta menjadi kendala, sehingga sulit dilaksanakan.
Usul lain untuk menggunakan anggota Pasukan Khusus ABRI ( sperti RPKAD, PGT, MARINIR dan BRIMOB ) juga mudah. Akhirnya diambil dari Pasukan Pengawal Presiden ( PASWALPRES ) yang mudah di hubungi dan sekaligus mereka bertugas di Istana Jakarta.
Pada tanggal 17 Agustus 1968, petugas Bendera Pusaka adalah para pemuda utusan propinsi. Tetapi propinsi – propinsi belum seluruhnya mengirimkan utusan, sehingga masih harus ditambah oleh ex-anggota pasukan tahun 1967.
Tahun 1969 karena Bendera Pusaka kondisinya sudah terlalu tua sehingga tidak mungkin lagi untuk dikibarkan, maka dibuatlah duplikat Bendera Pusaka. Untuk di kibarkan di tiang 17 meter Istana Merdeka, telah tersedia bendera merah putih dari bahan bendera ( wool ) yang dijahit 3 potong memanjang kain merah dan 3 potong memanjang kain putih kekuning-kuningan.
Bendera Merah Putih duplikat Bendera Pusaka yang akan dibagikan ke daerah idealnya terbuat dari sutera alam dan alat tenun asli Indonesia, yang warna merah dan putih langsung ditenun menjadi satu tanpa di hubungkan dengan jahitan dan warna merahnya cat celup asli Indonesia.
Pembuatan duplikat Bendera Pusaka ini dilaksanakan oleh badan Penelitian Tekstil Bandung dengan dibantu oleh PT. Ratna di Ciawi Bogor. Dalam praktek pembuatan duplikat Bendera Pusaka, sukar untuk memenuhi syarat yang ditentukan Bapak Hussein Mutahar, karena cat asli Indonesia tidak memiliki warna merah bendera standar dan pembuatan dengan alat tenun bukan mesin akan lama.
Tanggal 5 Agustus 1969 di istana Negara Jakarta berlangsung upacara penyerahan duplikat Bendera Pusaka Merah Putih dan reproduksi naskah Proklamasi oleh Presiden Soeharto kepada Gubernur/ Kepala Daerah Tingkat I seluruh Indonesia. Hal ini dapat dimaksudkan agar diseluruh Ibukota Propinsi/daerah Tingkat I dapat dikibarkan duplikat Bendera Pusaka dan diadakan pembacaan Naskah Proklamasi 17 Agustus di Istana Merdeka Jakarta. Selanjutnya duplikat Bendera Pusaka dan reprroduksi Naskah Proklamasi diserahkan kepada daerah tingkat II/kabupaten dan perwakilan-perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
Bendera duplikat (yang dibuat dari 6 carik kain) mulai dikibarkan menggantikan Bendera Pusaka pada peringatan hari UlangTahun Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1969 di Istana
Merdeka Jakarta, sedangkan Bendera Pusaka bertugas mengantar dan menjemput bendera duplikat yang dikibarkan/diturunkan.
Pada tahun itu secara resmi anggota PASKIBRAKA adalah para remaja SMTA se-tanah air Indonesia. Setiap propinsi diwakili sepasang remaja.
Dari tahun 1967 sampai tahun 1972 anggota yang terlibat masih dinamakan sebagai anggota “Pengerek Bendera”.
Pada tahun 1973 Bapak Inik Sulaeman melontarkan suatu nama untuk anggota Pengibar Bendera Pusaka dengan sebutan PASKIBRAKA, PAS dari kata PASUKAN, KIB berasal dari kata KIBAR mengandung pengertian PENGIBAR, RA berasal dari kata BENDERA dan KA berarti PUSAKA. Mulai saat itu singkatan anggota pasukan Pengibar Bendera Pusaka adalah PASKIBRAKA
.

Sekilas tentang PASKIBRA GDN

PASKIBRA Smk Guna Dharma Nusantara Adalah ekstrakulikuler yang berdiri sejak tahun 2007 sampai dengan sekarang.
PASKIBRA GDN atw PASUSPRADA bukan sekedar mengajar kan baris berbaris dengan benar tetapi mengajarkan juga jiwa korsa ataw jiwa kebersamaan,kedisiplinan,Dll..

SEJARAH PASKIBRAKA


Beberapa hari menjelang peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI pertama. Presiden Soekarno memberi tugas kepada ajudannya,Mayor M. Husein Mutahar untuk mempersiapkan upacara peringatan Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1946, dihalaman Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta

Pada saat itu, sebuah gagasan berkelebat di benak Mutahar. Alangkah baiknya bila persatuan dan kesatuan bangsa dapat dilestarikan kepada generasi muda yang kelak akan menggantikan para pemimpin saat itu. Pengibaran bendera pusaka bisa menjadi simbol kesinambungan nilai-nilai perjuangan. Karena itu, para pemudalah yang harus mengibarkan bendera pusaka. Dari sanalah kemudian dibentuk kelompok-kelompok pengibar bendera pusaka, mulai dari lima orang pemuda - pemudi pada tahun 1946 —yang menggambarkan Pancasila.

Husein MutaharNamun, Mutahar mengimpikan bila kelak para pengibar bendera pusaka itu adalah pemuda-pemuda utusan dari seluruh daerah di Indonesia. Sekembalinya ibukota Republik Indonesia ke Jakarta, mulai tahun 1950 pengibaran bendera pusaka dilaksanakan di Istana Merdeka Jakarta. Regu-regu pengibar dibentuk dan diatur oleh Rumah Tangga Kepresidenan Rl sampai tahun 1966. Para pengibar bendera itu memang para pemuda, tapi belum mewakili apa yang ada dalam pikiran Mutahar. Tahun 1967, Husain Mutahar kembali dipanggil Presiden Soeharto untuk dimintai pendapat dan menangani masalah pengibaran bendera pusaka. Ajakan itu, bagi Mutahar seperti "mendapat durian runtuh" karena berarti ia bisa melanjutkan gagasannya membentuk pasukan yang terdiri dari para pemuda dari seluruh Indonesia. tersirat dalam benak Husain Mutahar akhirnya menjadi kenyataan. Setelah tahun sebelumnya diadakan ujicoba, maka pada tahun 1968 didatangkanlah pada pemuda utusan daerah dari seluruh Indonesia untuk mengibarkan bendera pusaka. Sayang, belum seluruhnya provinsi bisa mengirimkan utusannya, sehingga pasukan pengibar bendera pusaka tahun itu masih harus ditambah dengan eks anggota pasukan tahun 1967.

Selama enam tahun, 1967-1972, bendera pusaka dikibarkan oleh para pemuda utusan daerah dengan sebutan “Pasukan Penggerek Bendera Pusaka”. Nama, pada kurun waktu itu memang belum menjadi perhatian utama, karena yang terpenting tujuan mengibarkan bendera pusaka oleh para pemuda utusan daerah sudah menjadi kenyataan. Dalam mempersiapkan Pasukan Penggerek Bendera Pusaka, Husein Mutahar sebagai Dirjen Udaka (Urusan Pemuda dan Pramuka) tentu tak dapat bekerja sendiri. Sejak akhir 1967, ia mendapatkan dukungan dari Drs Idik Sulaeman yang dipindahtugaskan ke Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (dari Departemen Perindustrian dan Kerajinan) sebagai Kepala Dinas Pengembangan dan Latihan. Idik yang terkenal memiliki karakter kerja sangat rapi dan teliti, lalu mempersiapkan konsep pelatihan dengan sempurna, baik dalam bidang fisik, mental, maupun spiritual. Latihan yang merupakan derivasi dari konsep Kepanduan itu diberi nama ”Latihan Pandu Ibu Indonesia Ber-Pancasila”. Setelah melengkapi silabus latihan dengan berbagai atribut dan pakaian seragam, pada tahun 1973 Idik Sulaeman melontarkan suatu gagasan baru kepada Mutahar. ”Bagaimana kalau pasukan pengibar bendera pusaka kita beri nama baru,” katanya. Mutahar yang tak lain mantan pembina penegak Idik di Gerakan Pramuka menganggukkan kepala. Maka, kemudian meluncurlah sebuah nama antik berbentuk akronim yang agak sukar diucapkan bagi orang yang pertama kali menyebutnya. Akronim itu adalah PASKIBRAKA, yang merupakan singkatan dari Pasukan Pengibar Bendera Pusaka. ”Pas” berasal dari kata pasukan, ”kib” dari kata kibar, ”ra” dari kata bendera dan ”ka” dari kata pusaka. Idik yang sarjana senirupa lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) itupun juga segera memainkan kelentikan tangannya dalam membuat sketsa. Hasilnya, adalah berbagai atribut yang digunakan Paskibraka, mulai dari Lambang Anggota, Lambang Korps, Kendit Kecakapan sampai Tanda Pengukuhan (Lencana Merah-Putih Garuda/MPG). Nama Paskibraka dan atribut baru itulah yang dipakai sejak tahun 1973 sampai sekarang. Sulitnya penyebutan akronim Paskibraka memang sempat mengakibatkan kesalahan ucap pada sejumlah reporter televisi saat melaporkan siaran langsung pengibaran bendera pusaka setiap tanggal 17 Agustus di Istana Merdeka. Bahkan, tak jarang wartawan media cetak masih ada yang salah menuliskannya dalam berita, misalnya dengan ”Paskibrata”. Tapi, bagi para anggota Paskibraka, Purna (mantan) Paskibraka maupun orang-orang yang terlibat di dalamnya, kata Paskibraka telah menjadi sesuatu yang sakral dan penuh kebanggaan.
Memang pernah, suatu kali nama Paskibraka akan diganti, bahkan pasukannya pun akan dilikuidasi. Itu terjadi pada tahun 2000 ketika Presiden Republik Indonesia dijabat oleh KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Kata ”pusaka” yang ada dalam akronim Paskibraka dianggap Gus Dur mengandung makna ”klenik”. Untunglah, dengan perjuangan keras orang orang yang berperan besar dalam sejarah Paskibraka, akhirnya niat Gus Dur untuk melikuidasi Paskibraka dapat dicegah. Apalagi, Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1958 tentang Bendera Kebangsaan Republik Indonesia, pada pasal 4 jelas-jelas menyebutkan: (1) BENDERA PUSAKA adalah Bendera Kebangsaan yang digunakan pada upacara Proklamasi Kemerdekaan di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945. (2) BENDERA PUSAKA hanya dikibarkan pada tanggal 17 Agustus. (3) Ketentuan-ketentuan pada Pasal 22 tidak berlaku bagi BENDERA PUSAKA. (Pasal 22: Apabila Bendera Kebangsaan dalam keadaan sedemikian rupa, hingga tak layak untuk dikibarkan lagi, maka bendera itu harus dihancurkan dengan mengingat kedudukannya, atau dibakar). Itu berati, bila Presiden ngotot mengubah nama Paskibraka, berarti dia melanggar PP No. 40 Tahun 1958. Presiden akhirnya tidak jadi membubarkan Paskibraka, tapi meminta namanya diganti menjadi ”Pasukan Pengibar Bendera Merah-Putih” saja. Hal ini di-iyakan saja, tapi dalam siaran televisi dan pemberitaan media massa, nama pasukan tak pernah diganti. Paskibraka yang telah menjalani kurun sejarah 32 tahun tetap seperti apa adanya, sampai akhirnya Gus Dur sendiri yang dilengserkan